• Jumat, 10 April 2020

Profile Desa Pingit

SEJARAH DESA

Pingit berasal dari bahasa jawa sansakerta yaitu “wingit” yang menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) mempunyai arti suci, kramat, angker, tidak pernah terjamah oleh manusia. Dahulu kala konon ceritanya Desa pingit merupakan hutan belantara yang sangat lebatyang berada di tepi sungai pekacangan yang mempunyai hulu di pegunungan merawu,disamping ada sungai besar disebelah utara, perdikan wingit juga di belah olehdua sungai kecil yaitu onggok dan penamar. Disebut wingit karena banyaknya   tempat-tempat suci, angker dan kramat yangselalu menjadi cerita legenda turun temurun masyarakat desa pingit. Adapuntempat-tempat keramat itu   antara lain pekuburan kramat, tlapak kudasuraserani, makam jagasatru, bendungan sirah kali kecek, dan masih banyaksekali tempat-tempat yang menurut orang tua jaman dahulu terkenal sangat angkerserta menyimpan daya magic yang teramat tinggi. Dari kenyataan tersebut sangatsedikit orang yang berani melewati dan menginjakan kaki di perdikan “wingit”karena siapa saja yang memasuki kawasan hutan ini hampir bisa dipastikan  tidak akan pernah bisa kembali dan pulang tinggalahnama. Sudah puluhan bahkan ratusan orang yang menjadi korban keganasan hutan wingit ini.

Hingga pada suatu hari datanglah dua orang yang konon  khabarnya berasal dari kerajaan mataram yang mempunyaikealiman dan kesaktian yang tinggi bernama Ki Santadewa dan Ni Saraswati yangkemudian merasa sangat penasaran serta ingin mengungkap tabir tentang kekramatanwilayah hutan wingit serta peristiwa hilannya orang yang melewati perdikan  angker ini, Peristiwa ini terjadi  sekitar abad ke-17an. Ki Santadewa dan NiSaraswati menjadi pengembara dan  sengajamengasingkan diri dari hiruk pikuk kekuasaan, memilih mengabdikan diri untukberdakwah serta lebih dekat dengan wong cilik.

Dalam  perjalanan tepatnya di  sebelah timur hutan wingit, kuda tunggangan NiSaraswati terperosok disebuah parit, secara spontan  Ki Santadewa menolong dan menurunkan istrinyalalu menuntunya berlindung dibawah pohon yang sangat lebat. Kondisi fisikmereka pada saat itu sangat lelah karena melakukan perjalanan yang sangatpanjang. Angin yang sepoi-sepoi membuat mata kedua orang itu menjadi sangatberat, tidak lama kemudian terdengar sengguran pertanda mereka telah lelapdalam tidurnya. Dari cerita para leluhur pohon yang dipergunakan mereka berduaberlindung adalah pohon “BULU” yang kelak dikemudian hari menjadi nama sebuahdukuh yaitu dusun Bulu yang masuk dalam wilayah Desa Rakit. Singkat cerita padasaat Ki Santadewa dan Ni Saraswati sedang terlelap dalam tidurnya melintaslahseorang yang sedang mencari kayu bakar, dan dia pun melihat ada dua orang yangsedang tertidur lelap. Tanpa berfikir panjang, dengan sedikit panik dantergopoh-gopoh lalu ia berlari dan melaporkan pada sesepuh adat bahwa ada duaorang yang sangat mencurigakan berada disebuah pohon bulu ditepi hutan wingit.

Mendengar teriakan dari si Pencari kayu tidak lama kemudian berkumpulahsekelompok warga dengan senjata lengkap, mereka ada yang membawa keris, pedang,tombak, parang dan senjata tajam lainnya lalu bergegas dan mengepung KiSantadewa dan Ni Saraswati. Mereka berniat menangkap bahkan akan membunuh kedua orang tersebut dengan alasan telah membuat onar dengan terbunuhnya puluhanbahkan ratusan orang yang melintasi hutan wingit di tepi desa mereka. Ditengah-tengahsuasana yang memanas hampir tidak terkendali salah satu tokoh yang dianggap dituakan mencoba membujuk warga yangtelah kalapberusaha mendinginkan suasana, selanjutnya mencoba berbicarabaik-baik dan terus menerus membujuk warga agar tidak menggunakan cara-cara kekerasanyang dilarang oleh  Alloh SWT. Setelahsuasana agak sedikit tenang kemudian sesepuh itu bertanya dan mengucapkansalam, “assalamu alaikum wr wb...” siapakah kalian berdua dan mau kemana???Lalu Ki Santadewa menjawab “Waalaikumsalam wr wb” saya bernama Santadewa danini istri saya bernama Saraswati, kami berasal dari kerajaan mataram tujuankami adalah ingin mengembara untuk mencari ketengan bathin. Lalu Santadewapun bercerita bahwa dia berduabukanlah orang yang jahat, tidak ada secuilpun niat jahat pada hati merekauntuk berbuat keonaran, kami hanya numpang beristirahat. Lalu Santadewapunbertanya “kenapa kalian semua ingin menangkap lalu membunuhku, dan apa yangsedang terjadi di Kampung ini? Tidak berselang lama tetua kampung itupunmenceritakan peristiwa apa yang terjadi akhir-akhir ini. “Tuan,,, kampung kamisedang terjadi musibah dan marabahaya yang selalu mengintai diri kami”. Sambilmengelus dada kelihatan sangat sedih tetua itu terus bercerita bahwa hampirsetiap hari ada saja anak-anak atau warga mereka yang jatuh sakit, dan pastidiikuti oleh hilangnya harta benda mereka antara lain sapi, kerbau, kambing danbarang berharga lainya.

Dari cerita yang disampaikan tetua dukuh itu, Ki Santadewa dan NyiSaraswati kemudian bertekat dan berjanji untuk membantu warga yang kesusahaandengan cara mengungkap misteri yang terjadi akhir-akhir ini. Bertepatan denganmalam Jum’at Kliwon Bulan assyura kedua kesatria itu mengintai di bawah pohonbulu dekat hutan wingit, lewat tengah malam terlihat   dua orang memakai pakaian serba hitam dengan memakai cadar. Ki Santadewa danNi Saraswatipun mengikuti gerak-gerik ke dua orang itu dengan sangatberhati-hati, terlihat  dua orangbercadar itu menuju rumah penduduk lalu sambil berkomat-kamit membaca mantramengelilingi rumah penduduk, sesekali menyawurkan tanah di setiap pojoknya,rupa-rupanya dua orang penjahat itu menggunakan mantra-mantra dan syihirsehingga seluruh warga terlelap tidur tanpa pernah tahu apa yang selama initerjadi.

Tanpa berfikir panjang Ki Santadewa menyuruh Ni Saraswati untukmenghubungi tetua dukuh agar ikut melihat secara langsung apa yang  terjadi selama ini, tidak lama berselang saraswatibeserta Tetua dukuh datang  besertapuluhan warga yang pada saat itu sedang mengadakan ronda di rumah tetua dukuh,dengan sangat berhati-hati mereka mengamati gerak gerik ke dua orang yangberpakaian hitam-hitam itu. Dengan ilmu yang mereka miliki ternyata ke duaorang yang kemudian diberi nama Mamang Murka dan Mamang Dono mengetahui bahwamereka sedang diintai, secepat kilat ke dua orang itu menyelinap pergi denganmenggunkan ilmu kanuragan tingkat tinggi, tidak mau kecolongan Santadewa  dan Saraswati diikuti warga kampung ikut mengejar ke dua penjahat itu. Gelapnyasuasana malam yang diselimuti hujan ritik membuat perburuan sulit sekalidilakukan, akan tetapi dengan ketajaman indera yang dimiliki Santadewa akhirnyamata batinnya melihat, ke dua bromocorah Mamang Murka dan Mamang Dono masukbersembunyi ke dalam hutan “winingit”.

Tetua dukuh yang tahu bahwa Santadewa dan istrinya mau mengejar ke arahhutan “winingit” sempat mencegah dan berkata; “Tuan janganlah kalian berduamasuk ke dalam hutan yang sangat kramat itu, bisa-bisa kalian berdua pulangtinggal nama” ucap tetua dukuh yang sudah kelihatan teramat letih itu. Akantetapi kebulatan niat serta kuatnya tekad untuk membongkar  tabir misteri selama ini begitu kuat sehinggapada akhirnya kesatria itu tetap memutuskan untuk mengejar bromocorah itu walaunyawa harus mereka korbankan, demi janji dan kedamaian masyarakat. Santadewahanya berpesan siapa saja termasuk tetua dukuh tidak boleh dan saya sangat melarangkeras kalian semua masuk ke dalam hutan karena bahaya  kapan saja siap menerkam.

Singkat cerita, terjadi pertempuran yang teramat hebat antara Santadewadan Mamang Dono, sedangkan Saraswati dengan Mamang Murka. Kedua-duanyamengeluarkan seluruh kemampuan, kesaktian serta ilmu kanuragan tingkat tinggi.Ilmu beradu ilmu sampai terdengar suara ledakan yang teramat dahsyat, darisuara itu membuat warga yang tadinya tidak boleh mendekat hutang wingit merasawas-was dan khawatir akan keselamatan ki Santadewa dan Ni Saraswati, akhirnyabeberapa orang memberanikan diri untuk mendekati medan laga itu.

Cahaya fajar mulai terlihat dari ufuk timur, perkelahian tidak kunjungselesai sampai pada akhirnya Mamang Dono dan Mamang Murka mengeluarkan ilmupamungkas sehingga mengakibatkan salah satu warga ikut menjadi korban keganasanilmu dari ke dua penjahat itu. Jenasah korban warga kemudian di kuburkan padasebuah tempat yang selanjutnya di sebut Makam Larangan. (meninggal karenamelanggar larangan).

Melihat salah satu warga ada yang menjadi korban keganasan Mamang Donodan Mamang Murka, Santa Dewa dan Saraswati segera mendekat dan bertengadahmemohon kepada Sang Maha Kuasa agar bisa membasmi segala kedzoliman yang adadidepan mereka. Sambil terus membaca mantra terdengar ledakan yang lebihdahsyat disertai percikan kilat, bersamaan dengan itu tubuh tinggi gempal yangmengenakan pakaian serba hitam limbung, terbakar tanpa tersisa sehelaipakaianpun. Pada akhirnya ke dua orang itu Mamang Dono dan Mamang Murkadikuburkan dalam sebuah tempat yang selanjutnya di sebut Pemakaman Buda yangberada di Rt 004 Rw 001 Desa Pingit.

Setelah pertempuran itu selesai kemudian Santa Dewa berkata kepadawarga yang berkerumun, Saagunging Poro rawuh, sepuh kelawan anem kawulo sampunnetepi janji amarga reribed soho sambekala ingkang wonten pedukuhan meniko sampun sirno, sedoyo namunglagu labetipun Ki Mamang Dono lan Ki Mamang Murka. Kanti pitulungi Dzat IngkangMoho Agung awit dinten meniko padukuhanipun panjenengan sampun aman rerebsaking sambekala, lan awit dinten meniko alas wingit lan  angker kulo paringiasma padukuhan “Pingit”. Yang dikemudian hari menjadi nama desa, yaitu DesaPingit Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara.

Setelah peristiwa itu Ki Santadewa dan Ni Saraswati menetap dan bermukimbersama keluarga dan anak keturunannya, sehingga lambat laun pedukuhan inimenjadi ramai dihuni oleh banyak warga serta menurut  cerita turun temurun banyak juga warga yangberasal dari daerah keling, raja wana dst. Mereka tertarik tinggal menetap dipadukuhan Pingit karena merasa damai dengan adanya tokoh Santadewa dan Saraswatiyang senantiasa bisa mengayomi dan melindingi masyarakat, disamping itupadukuhan pingit juga sangat strategis untuk area pertanian dan perikanan.

Padukuhan yang subur, makmur, aman dan damai menjadikan tempat inisemakin  ramai. Aktifitas kehidupan danekonomi semakin menggeliat. Pohon-pohon besar ditebang untuk bangunanperumahan, jalan-jalan setapak mulai terkoneksi, areal pertanian semakin luas,peternakan seperti sapi, kerbau dan kambing menjadi salah satu pilihan warga,kolam perikanan ditepi sungai onggok dan penamar dibangun. Seiring dengankemajuan padukuhan yang semakin meningkat, tentunya berakibat denganberkurangnya tempat-tempat yang gelap kini menjadi terang benderang,lokasi-lokasi yang sepi menjadi ramai dengan aktifitas kehidupan.

Sampai  pada suatu hari langit padukuhan pingit terlihat mendung, burung gagak terbang bersautan pertandamusibah kematian datang, pada akhirnya  keduaorang yaitu Ki Santa Dewa dan Ni Saraswati  tutup usia di Desa yang sangat mereka cintai, ki Santadewa dimakamkan dipemakaman Jaga Satru sementara istrinya Ni Saraswati dimakamkan di PemakamanKramat sekitar tahun 1760an. Kemudian Pingit menjadi Pemerintahan Desa padazaman kolonial belanda, adapun bekel, lurah ataupun kepala desa adalah sebagaiberikut:

Kepemimpinan Desa Pingit dari masa ke masa :

PERIODE

PEMIMPIN (KEPALA DESA)


1830-1845

Ki Wiragati

1845-1860

Ki Bingung

1860-1874

Ki Mantri Bendung Tjokro Widagdo

1874-1882

Ki Jaya Kartika

1882-1892

Ki Kerta Bangsa

1892-1903

Ki Arsa Djaya

1903-1907

Ki Suranaga (Lurah Tempo)

1907-1920

Kyai Kasnawi

1920-1934

Ki Djayakrama

1934-1945

Mohamad Sahlan

 

1945-1954

Mohamad Idris

 

1954-1964

Naredja

 

1964-1975

Rochani

 

1975-1989

Mohamad Noor Azis

 

1989-1998

M. Mahful

 

1999-2007

Amanullah

 

2007-2019

Miftahudin

 

2019- 2021

Joko Nurahyono

 

      2021-sekarang      Wahyudin


Sekretaris Desa /Tjarik dari masa kemasa:

Tahun

Sekretaris Desa

1845-1860

Ki Bingung

1860-1892

Sandim

1892-1920

Kartamisban

1920-1964

Mukheni

1964-1975

Mohamad Noor Azis

1975-1980

M. Mahful

1980-2003

Siswo Suwarno

2003-2018

Milda Andi Achmad

2018-Sekarang

R. Muslim, S.Sos